Minggu, 13 Oktober 2013

Diksi

     Diksi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pusat bahasa Departemen Pendidikan Indonesia adalah pilihan kata yg tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan). Fungsi dari diksi antara lain :


  • Membuat pembaca atau pendengar mengerti secara benar dan tidak salah paham terhadap apa yang disampaikan oleh pembicara atau penulis.
  • Untuk mencapai target komunikasi yang efektif.
  • Melambangkan gagasan yang di ekspresikan secara verbal.
  • Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak resmi) sehingga menyenangkan pendengar atau pembaca.


Diksi terdiri dari delapan elemen yaitu : fonem, silabel, konjungsi, hubungan, kata benda, kata kerja, infleksi, dan uterans.
Macam macam hubungan makna :

1. Sinonim
Merupakan kata-kata yang memiliki persamaan / kemiripan makna. Sinonim sebagai ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain. Contoh: Kata buruk dan jelek, mati dan wafat.

2. Antonim.
Merupakan ungkapan (berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna /ungkapan lain. Contoh: Kata bagus berantonim dengan kata buruk; kata besar berantonim dengan kata kecil.

3. Polisemi.
Adalah sebagai satuan bahasa (terutama kata atau frase) yang memiliki makna lebih dari satu. Contoh: Kata kepala bermakna ; bagian tubuh dari leher ke atas, seperti terdapat pada manusia dan hewan, bagian dari suatu yang terletak di sebelah atas atau depan, seperti kepala susu, kepala meja,dan kepala kereta api, bagian dari suatu yang berbentuk bulat seperti kepala, kepala paku dan kepala jarum dan Iain-lain.

4. Hiponim.
Adalah suatu kata yang yang maknanya telah tercakup oleh kata yang lain, sebagai ungkapan (berupa kata, frase atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan. Contoh : kata tongkol adalah hiponim terhadap kata ikan, sebab makna tongkol termasuk makna ikan.

5. Hipernim.
Merupakan suatu kata yang mencakup makna kata lain.

6. Homonim.
Merupakan kata-kata yang memiliki kesamaan ejaan dan bunyi namun berbeda arti.

7. Homofon.
Merupakan kata-kata yang memiliki bunyi sama tetapi ejaan dan artinya berbeda.

8. Homograf.
Merupakan kata-kata yang memiliki tulisan yang sama tetapi bunyi dan artinya berbeda.
Makna Denotasi

Makna Denotasi merupakan makna kata yang sesuai dengan makna yang sebenarnya atau sesuai dengan makna kamus.
Contoh :

Adik makan nasi.

Makan artinya memasukkan sesuatu ke dalam mulut.

Makna Konotasi
      Kalau makna Denotasi adalah makna yang sebenarnya, maka seharusnya Makna Konotasi merupakan makna yang bukan sebenarnya dan merujuk pada hal yang lain. Terkadang banyak eksperts linguistik di Indonesia mengatakan bahwa makna konotasi adalah makna kiasan, padahal makna kiasan itu adalah tipe makna figuratif, bukan makna konotasi. Makna Konotasi tidak diketahui oleh semua orang atau dalam artian hanya digunakan oleh suatu komunitas tertentu. Misalnya Frase jam tangan.

Contoh:

Pak Slesh adalah seorang pegawai kantoran yang sangat tekun dan berdedikasi. Ia selalu disiplin dalam mengerjakan sesuatu. Pada saat rapat kerja, salah satu kolega yang hadir melihat kinerja beliau dan kemudian berkata kepada sesama kolega yang lain “Jam tangan pak Slesh bagus yah”.

Dalam ilustrasi diatas, frase jam tangan memiliki makna konotasi yang berarti sebenarnya disiplin. Namun makna ini hanya diketahui oleh orang-orang yang bekerja di kantoran atau semacamnya yang berpacu dengan waktu. Dalam contoh diatas, Jam Tangan memiliki Makna Konotasi Positif karena sifatnya memuji

Makna konotasi dibagi menjadi 2 yaitu konotasi positif  merupakan kata yang memiliki makna yang dirasakan baik dan lebih sopan, dan konotasi negatif merupakan kata yang bermakna kasar atau tidak sopan.


Sumber :

Sabtu, 05 Oktober 2013

Ragam Bahasa

       Ragam bahasa adalah variasi bahasa atau tuntutan pemakaian yang berbeda-beda menurut tempat, topik, penutur, sarana/ medium pembicaraan, dan sebagainya. Adanya ragam bahasa Indonesia disebabkan oleh perkembangan masyarakat (konteks sosial).


Ragam bahasa dalam bahasa Indonesia

1.    Variasi Bahasa dari Segi Penutur

       a.    Variasi bahasa idiolek adalah variasi bahasa yang bersifat perorangan.

       b.    Variasi bahasa dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang                 berada pada suatu tempat, wilayah, atau area tertentu.

       c.     Variasi bahasa kronolek atau dialek temporal adalah variasi bahasa yang digunakan oleh                               sekelompok sosial pada masa tertentu.

       d.    Variasi bahasa sosiolek adalah variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas                  para penuturnya. Variasi bahasa ini menyangkut semua masalah pribadi para penuturnya, seperti                   usia, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi, dan                   lain sebagainya.

Variasi bahasa berdasarkan usia yaitu variasi bahasa yang digunakan berdasarkan tingkat usia.
Variasi bahasa berdasarkan pendidikan, yaitu variasi bahasa yang terkait dengan tingkat pendidikan si pengguna bahasa.
Variasi bahasa berdasarkan jenis kelamin adalah variasi bahasa yang terkait dengan jenis kelamin dalam hal ini pria atau wanita.
Variasi bahasa berdasarkan profesi, pekerjaan, atau tugas para penutur.
Variasi bahasa berdasarkan tingkat kebangsawanan adalah variasi yang terkait dengan tingkat dan kedudukan penutur (kebangsawanan atau raja-raja) dalam masyarakatnya.
Variasi bahasa berdasarkan tingkat ekonomi para penutur.

1)   Akrolek adalah variasi sosial yang dianggap lebih tinggi atau lebih bergengsi dari variasi sosial lainya;

2)  Basilek adalah variasi sosial yang dianggap kurang bergengsi atau bahkan dipandang rendah;

3)  Vulgar adalah variasi sosial yang ciri-cirinya tampak pada pemakai bahasa yang kurang terpelajar atau dari kalangan yang tidak berpendidikan;

4)  Slang adalah variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia;

5)  Kolokial adalah variasi bahasa yang digunakan dalam percakapan sehari-hari yang cenderung menyingkat kata karena bukan merupakan bahasa tulis;

6)   Jargon adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh kelompok sosial tertentu;

7)   Argot adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh profesi  dan bersifat rahasia;

8)   Ken adalah variasi sosial yang bernada memelas, dibuat merengek-rengek penuh dengan kepura-puraan.

2.       Variasi Bahasa dari Segi Pemakaian

     Variasi bahasa berkenaan dengan pemakaian atau fungsinya disebut fungsiolek atau register adalah variasi bahasa yang menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa.
Variasi bahasa dari segi pemakaian ini yang paling tanpak cirinya adalah dalam hal kosakata.

3.       Variasi Bahasa dari Segi Keformalan

     Gaya atau ragam beku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan pada situasi-situasi hikmat.
Gaya atau ragam resmi adalah variasi bahasa yang biasa digunakan pada pidato kenegaraan, rapat dinas, surat-menyurat, dan lain sebagainya.
Gaya atau ragam usaha atau ragam konsultatif adalah variasi bahasa yang lazim dalam pembicaraan yang berorientasi pada hasil atau produksi.
Gaya bahasa ragam santai adalah ragam bahasa yang digunakan dalam situasi yang tidak resmi.
Gaya atau ragam akrab adalah variasi bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur yang hubungannya sudah akrab.
Variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan. Misalnya, telepon, telegraf, radio yang menunjukan adanya perbedaan dari variasi bahasa yang digunakan.

4.       Variasi Bahasa dari Segi Sarana

     Ragam bahasa ini lazim dibagi atas ragam lisan dan ragam tulisan. Ada dua hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan perbedaan ragam lisan dan tulisan, antara lain:

Berhubungan dengan suasana peristiwanya. Kalimat dalam ragam tulisan harus lebih cermat, fungsi-fungsi gramatikal harus nyata.
Berkaitan dengan beberapa upaya yang digunakan dalam ujaran, misalnya tinggi rendah dan panjang pendeknya suara serta irama kalimat yang sulit dilambangkan denngan ejaan dan tata tulis yang kita miliki.



sumber : *http://tarirl.wordpress.com/2013/05/15/ragam-bahasa/

Minggu, 29 September 2013

kedudukan bahasa indonesia

     Bahasa Nasional. Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki tiga fungsi: (1) lambang kebanggaan nasional,
(2) lambang identitas nasional,
(3) alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya, dan
(4) alat yang memungkinkan penyatuan berbagai-bagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing.

     Fungsi pertama mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Berdasarkan kebanggaan inilah, bahasa Indonesia kita pelihara dan kita kembangkan. Selain itu, rasa bangga memakai bahasa Indonesia dalam berbagai bidang harus selalu kita bina dan kita tingkatkan.
Fungsi kedua mengindikasikan bahwa bahasa Indonesia – sebagaimana halnya lambang lain, yaitu bendera merah putih dan burung garuda – mau takmau suka taksuka harus diakui menjadi bagian yang takdapat dipisahkan dengan bangsa Indonesia. Jadi, seandainya ada orang yang kurang atau bahkan tidak menghargai ketiga lambang identitas kita ini tentu sedikitnya kita akan merasa tersinggung dan rasa hormat kita kepada orang tersebut menjadi berkurang atau malah hilang. Karena itu, bahasa Indonesia dapat menunjukkan atau menghadirkan identitasnya hanya apabila masyarakat bahasa Indonesia membina dan mengembangkannya sesuai dengan keahlian dalam bidang masing-masing.
     Fungsi ketiga memberikan kewenangan kepada kita berkomunikasi dengan siapa pun memakai bahasa Indonesia apabila komunikator dan komunikan mengerti. Karena itu, kesalahpahaman dengan orang dari daerah lain bisa kita hindari kalau kita memakai bahasa Indonesia. Melalui fungsi ketiga ini pula kita bisa memahami budaya saudara kita di daerah lain.
     Fungsi keempat mengajak kita bersyukur kepada Tuhan karena kita telah memiliki bahasa nasional yang berasal dari bumi kita sendiri sehingga kita dapat bersatu dalam kebesaran Indonesia. Padahal, ketika dicanangkan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia boleh dikatakan tidak memiliki penutur asli karena berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Jawa dan bahasa Sunda paling banyak penuturnya di antara bahasa-bahasa daerah yang ada di Nusantara ini. Jadi, berdasarkan jumlah penutur, yang pantas menjadi bahasa nasional sebenarnya kedua bahasa daerah itu. Apalah jadinya seandainya bahasa Jawa atau bahasa Sunda yang diangkat menjadi bahasa nasional. Mungkin saja terjadi perpecahan perang antarsuku, lalu muncul negara-negara kecil. Karena itu, tentu bukan soal jumlah penutur yang menjadi landasan para pemikir bangsa waktu itu. Mereka berpikiran jauh ke masa depan untuk kebesaran dan kejayaan bangsa; dan lahirlah bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.

    Bahasa Negara. Bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa negara memiliki empat fungsi yang saling mengisi dengan ketiga fungsi bahasa nasional. Keempat fungsi bahasa negara adalah sebagai berikut:
(1) bahasa resmi kenegaraan,
(2) bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan,
(3) alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, dan
(4) alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
     Dalam fungsi pertama bahasa Indonesia wajib digunakan di dalam upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik lisan maupun tulisan. Begitu juga dalam penulisan dokumen dan putusan serta surat-surat yang dikeluarkan oleh pemerintah dan badan-badan kenegaraan. Hal tersebut berlaku juga bagi pidato kenegaraan.
     Fungsi kedua mengharuskan lembaga-lembaga pendidikan menggunakan pengantar bahasa Indonesia. Lembaga pendidikan mulai taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi mau takmau dalam pelajaran atau mata kuliah apa pun pengantarnya adalah bahasa Indonesia. Namun, ada perkecualian. Bahasa daerah boleh (tidak harus) digunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah dasar sampai tahun ketiga.
     Fungsi ketiga mengajak kita menggunakan bahasa Indonesia untuk membantu kelancaran pelaksanaan pembangunan dalam berbagai bidang. Dalam hal ini kita berusaha menjelaskan sesuatu, baik secara lisan maupun tertulis, dengan bahasa Indonesia agar orang yang kita tuju dapat dengan mudah memahami dan melaksanakan kegiatan pembangunan.
     Fungsi keempat mengingatkan kita yang berkecimpung dalam dunia ilmu. Tentu segala ilmu yang telah kita miliki akan makin berguna bagi orang lain jika kita sebarkan kepada saudara-saudara kita sebangsa dan setanah air di seluruh pelosok Nusantara, atau bahkan jika memungkinkan kepada saudara kita di seluruh dunia. Penyebaran ilmu tersebut akan lebih efektif dan efisien jika menggunakan bahasa Indonesia, bukan bahasa daerah atau bahasa asing.


sumber:
http://akfararjuna.blogspot.com/2010/09/politik-bahasa-indonesia.html

fungsi bahasa secara umum, meliputi : ekspresi diri, komunikasi, adaptasi & integrasi, kontrol sosial

Fungsi bahasa secara umum menurut saya adalah untuk komunikasi antar individu maupun antar kelompok, walaupun ruang lingkup suatu bahasa dibatasi oleh segi geografis dan budaya, namun bahasa indonesia adalah bahasa pemersatu dari sekian banyaknya sukyu & budaya yang ada. bahasa bukan sekedar alat komunikasi, bahasa juga bisa melambangkan status pendidikan seseorang, watak seseorang maupun kesejahteraan suatu kelompok.

Bahasa sebagai alat ekspresi diri, untuk menunjukkan maksud dan mengungkapka perasaan kepada orang lain, tentuknya kita mengguakan ucapan agar orang lain mengerti maksud kita, diluar dari itu, ekspresi diri juga memicu komunikasi selanjutnya dan bahkan perhatian orang.

Bahasa sebagai alat  komunikasi. Yang dimaksud bahasa sebagai alat komunikasi adalah,Pada saat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, seseorang sudah memiliki tujuan tertentu. Tujuannya antara lain seseorang ingin dipahami oleh orang lain, seseorang ingin menungkapkan perasaannya terhadap orang lain, seseorang ingin mempengaruhi pandangan orang lain, dan masih banyak lagi sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Dan Melalui bahasa, seseorang dapat menunjukkan pandangannya, asal usulnya, pendidikannya, dan sifatnya. Bahasa menjadi cermin diri seseorang.

Bahasa sebagai Alat Integrasi dan Adaptasi Sosial;
Yang dimaksud dengan bahasa sebagi alat integrasi dan adaptasi social adalah Pada saat kita beradaptasi kepada lingkungan sosial tertentu, kita akan memilih bahasa yang akan kita gunakan bergantung pada situasi dan kondisi yang kita hadapi.
Dan Bahasa sebagai alat integrasi digunakan untuk menyatukan berbagai ragam manusia yang memiliki sifat dan karakter yang berbeda-beda. Bahasa memungkinkan seseorang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya,

Bahasa sebagai Alat Kontrol Sosial
Yang dimaksud dengan Bahasa sebagai alat kontrol sosial dapat diterapkan untuk diri sendiri maupun untuk masyarakat.dan Buku-buku pelajaran dan buku-buku instruksi adalah contoh dari alat control sosial.

Kedudukan Bahasa Indonesia

Penerapan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari Sebagai masyarakat Indonesia yang baik kita harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Membiasakan diri untuk berbicara bahasa Indonesia dengan baik dan benar, bukan memaikai bahasa pergaulan yang sedang trend pada masa kini. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan mengangkat kedudukan bahasa Indonesia.
Dalam kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia bukan saja dipakai sebagai alat komunikasi timbal balik antara pemerintah dan masyarakat luas, dan bukan saja dipakai sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarsuku, tetapi juga dipakai sebagai alat perhubungan formal pemerintahan dan kegiatan atau peristiwa formal lainnya. Misalnya, surat-menyurat antarinstansi pemerintahan, penataran para pegawai pemerintahan, lokakarya masalah pembangunan nasional, dan surat dari karyawan atau pagawai ke instansi pemerintah. Dengan kata lain, apabila pokok persoalan yang dibicarakan menyangkut masalah nasional dan dalam situasi formal, berkecenderungan menggunakan bahasa Indonesia. Apalagi, di antara pelaku komunikasi tersebut terdapat jarak sosial yang cukup jauh,misalnya antara bawahan - atasan, mahasiswa - dosen, kepala dinas - bupati atau walikota, kepala desa - camat, dan sebagainya.


sumber :
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/02/fungsi-bahasa-2/
http://community.gunadarma.ac.id/blog/view/id_16502/title_kedudukan-dan-fungsi-bahasa-indonesia/
*http://arifjacob.blogspot.com/2010/09/fungsi-bahasa-dan-kedudukan-bahasa.html

Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi dan bahasa persatuan Republik Indonesia. Penggunaan Bahasa Indonesia diresmikan setelah proklamasi kemerdekaan bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi.
Dari segi linguistik, bahasa Indonesia adalah varian dari bahasa Melayu. Bahasa Melayu merupakan sebuah bahasa Austronesia dari cabang Sunda-Sulawesi yang digunakan sebagai lingua franca atau bahasa perhubungan di Nusantara sejak abad awal penanggalan modern.
Bahasa melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara, serta makin berkembang dan bertambah kokoh keberadaannya karena bahasa Melayu mudah di terima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antar pulau, antar suku, antar pedagang, antar bangsa dan antar kerajaan. Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa persatuan bangsa Indonesia, oleh karena itu para pemuda indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa indonesia menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa indonesia.
Dalam perkembangannya Bahasa Indonesia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yang bertujuan untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila nama "bahasa Melayu" tetap digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya atau bagian Sumatera. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah, bahasa asing maupun kata-kata yang tercipta dari lingkungan sekitar.
Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan warga Indonesia. Sebagian besar menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu. Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya.

Sejarah Awal Perkembangan Bahasa Indonesia

Awalnya, pemerintah kolonial Hindia-Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan bahasa Belanda para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan menyandarkan diri pada bahasa Melayu Tinggi, sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam standardisasi bahasa. Promosi bahasa Melayu pun dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu. Akibat pilihan ini terbentuklah "embrio" bahasa Indonesia yang secara perlahan mulai terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor.
Ada empat faktor yang menyebabkan Bahasa melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia, yaitu:
Bahasa melayu merupakan Lingua Franca di Indonesia, yaitu bahasa perhubungan dan bahasa perdagangan.
Sistem bahasa melayu sederhana, mudah di pelajari karena dalam bahasa melayu tidak dikenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).
Suku Jawa, Suku Sunda, dan Suku-suku lainnya dengan sukarela menerima bahasa melayu menjadi awal bahasa indonesia sebagai bahasa nasional.
Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk di pakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.
Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa Melayu mulai terlihat. Pada tahun 1901, Indonesia yang saat itu disebut Hindia-Belanda, mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu-yang saat ini menjadi wilayah Malaysia-di bawah pimpian Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson. Ejaan Van Ophuijsen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu Van Ophuijsen pada tahun 1896 yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
Intervensi pemerintah semakin kuat dengan dibentuknya Commissie voor de Volkslectuur ("Komisi Bacaan Rakyat" - KBR) pada tahun 1908 yang saat ini bernama Balai Pustaka. Pada tahun 1910 komisi ini, di bawah pimpinan D.A Rinkes, melancarkan program Taman Poestaka dengan membentuk perpustakaan kecil di berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi milik pemerintah. Perkembangan program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah terbentuk sekitar 700 perpustakaan. Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai "bahasa persatuan bangsa" pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional merupakan usulan Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah.
Dalam pidatonya di Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan,
"Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan."
Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak dipengaruhi oleh sastrawan Indonesia yang banyak mengisi dan menambah perbendaharaan kata,sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia dituturkan di seluruh Indonesia, walaupun lebih banyak digunakan di area perkotaan dengan dialek dan logat daerahnya masing-masing. Untuk berkomunikasi dengan sesama orang sedaerah kadang bahasa ibulah yang digunakan sebagai pengganti bahasa Indonesia.

Dialek dan ragam bahasa

Pada keadaannya bahasa Indonesia menumbuhkan banyak varian yaitu varian menurut pemakai yang disebut sebagai dialek dan varian menurut pemakaian yang disebut sebagai ragam bahasa.
Dialek dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu :
Dialek regional, yaitu macam-macam bahasa yang digunakan di daerah tertentu sehingga membedakan bahasa yang digunakan di suatu daerah dengan bahasa yang digunakan di daerah yang lain meski mereka berasal dari satu bahasa yang sama. Oleh karena itu, dikenallah bahasa Melayu dialek Ambon, dialek Betawi, dialek Medan, dan lain-lain.
Dialek sosial, yaitu dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu atau yang menandai tingkat masyarakat tertentu. Contohnya dialek wanita dan dialek remaja.
Dialek temporal, yaitu dialek yang digunakan pada kurun waktu tertentu. Contohnya dialek Melayu zaman Sriwijaya dan dialek Melayu zaman Abdullah.
Idiolek, yaitu keseluruhan ciri bahasa seseorang. Sekalipun kita semua berbahasa Indonesia, kita masing-masing memiliki ciri-ciri khas pribadi dalam pelafalan, tata bahasa, atau pilihan dan kekayaan kata.
Ragam bahasa dalam bahasa Indonesia berjumlah sangat banyak dan tidak terhitung. Maka itu, ia dibagi atas dasar pokok pembicaraan, perantara pembicaraan, dan hubungan antarpembicara.

Ragam bahasa menurut pokok pembicaraan meliputi:

  • ragam undang-undang
  • ragam jurnalitik
  • ragam ilmiah
  • ragam sastra


Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara dibagi atas:

  • ragam lisan, terdiri dari:
  • ragam percakapan
  • ragam pidato
  • ragam kuliah
  • ragam panggung
  • ragam tulis, terdiri dari:
  • ragam teknis
  • ragam undang-undang
  • ragam catatan
  • ragam surat-menyurat


Dalam kenyataannya, bahasa baku tidak dapat digunakan untuk segala keperluan, tetapi hanya untuk:

  • komunikasi resmi
  • wacana teknis
  • pembicaraan di depan khalayak ramai
  • pembicaraan dengan orang yang dihormati
  • Selain keempat penggunaan tersebut, dipakailah ragam bukan baku.
  •  


Perkembangan Bahasa Indonesia di Era Global


Indonesia adalah negara kepulauan dengan ratusan suku yang memiliki ribuan bahasa ibu dan budayanya. Bahasa Indonesia  adalah bahasa persatuan yang digunakan untuk menyatukan dan mempermudah komunikasi antarsuku yang ada di Indonesia.
Saat ini banyak terjadi pergeseran makna yang membombardir kekukuhan bahasa Indonesia. Keberadaan Bahasa Indonesia mengalami banyak perkembangan dari sejak awal terbentuknya hingga saat ini karena keterbukaannya.
Ada dua fenomena yang terjadi dewasa ini yang berkaitan dengan Bahasa Indonesia, yaitu :

A. Fenomena Positif
Bahasa Indonesia telah berkembang dengan baik di kalangan masyarakat. Terbukti dengan digunakannya bahasa Indonesia oleh para ibu (khususnya ibu-ibu muda) dalam mendidik anak-anaknya. Dengan demikian, anak-anak menjadi terlatih menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan di masa depan mereka memiliki keterampilan berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia.
Kita juga perlu berbangga hati dengan digunakannya bahasa Indonesia dalam produk-produk perusahaan luar negeri, baik dalam kemasannya, prosedur penggunaannya, maupun keterangan produk yang dihasilkan. Mereka melakukan hal ini untuk mempermudah promosi, sehingga produk mereka laku dipasarkan di Indonesia.
Dari contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa keberadaan bahasa Indonesia diakui oleh masyarakat Internasional khususnya para pengusaha asing.

B. Fenomena Negatif
Seiring dengan berkembangnya zaman, banyak ditemukan perkembangan bahasa yang menyimpang dari kaidah bahasa Indonesia, seperti munculnya bahasa gaul, bahasa komunikasi kelompok bermain atau bahasa prokem, bahasa SMS dan bahasa yang sedang banyak dibicarakan belakangan ini yaitu Bahasa Alay.

Dewasa ini, kesadaran untuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar di kalangan remaja mulai menurun, mereka lebih senang menggunakan bahasa gaul daripada bahasa Indonesia. Fenomena seperti ini seharusnya tidak boleh terjadi, karena hal ini dapat merusak kebakuan dan merancukan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia harus tetap berkembang, walaupun diterpa oleh kemunculan bahasa-bahasa asing dan bahasa pergaulan.
Kita seharusnya malu jika tidak dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik, karena kita pemiliknya. Sekarang ini, kita cenderung menyepelekan dan mencampuradukkannya dengan bahasa daerah, seperti mencampurnya dengan bahasa Jawa. Fenomena ini sering kali kita jumpai dalam pergaulan sehari-hari, contohnya di sekolah, saat jam pelajaran kita menggunakan bahasa Indonesia, tetapi saat kembali bercengkerama dengan teman-teman, kita lupa akan bahasa Indonesia. Apalagi dengan kemunculan bahasa gaul dan bahasa prokem yang ternyata sudah dibukukan oleh salah seorang artis ternama kita, Debbie Sahertian.
Jadi, sebaiknya antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia harus berkembang seimbang, agar peran bahasa Indonesia di era global ini diakui dan tetap berdiri tegak di bumi Indonesia. Bahasa gaul, bahasa prokem, bahasa Indonesia yang mengalami penginggrisan harus dapat ditekan dan hanya sebatas untuk komunikasi pergaulan. Bahasa pada hakikatnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebudayaan. Oleh karena itu, bahasa Indonesia dalam konteks kebudayaan nasional merupakan komponen yang paling representatif dan dominan, termasuk upaya melanggengkan kesatuan bangsa (Hasan Alwi, 1998). Orang Indonesia sebaiknya belajar mencintai bahasa nasionalnya dan belajar memakainya dengan kebanggaan dan kesetiaan, sehingga membuat orang Indonesia berdiri tegak di dunia ini walaupun dilanda arus globalisasi dan tetap dapat mengatakan dengan bangga bahwa orang Indonesia menjadi bangsa yang berdulat yang mampu menggunakan bahasa nasionalnya untuk semua keperluan modern.
Kita tidak boleh kalah dengan bangsa lain, seperti Arab, Italia, Jerman, Prancis, Jepang, Korea dan Cina yang bahasanya bukan Inggris, tetapi tidak mengalami proses penginggrisan yang memprihatinkan. Masyarakat Indonesia harus dapat menunjukkan ketahanan budayanya, warganya hanya perlu diberi semangat dan didorong agar jangan cepat menyerah. Untuk meningkatkan peran bahasa Indonesia di era global dan tetap mempertahankan budaya daerah seharusnya pemerintah memberlakukan peraturan atau Undang-undang tentang tata susunan, isi, dan penggunaan bahasa Indonesia yang benar dalam surat kabar, tabloid, maupun majalah-majalah remaja. Sebaiknya dalam majalah remaja perlu diisikan kolom khusus bacaan berbahasa Indonesia yang benar, untuk media elektronik, seperti TV khususnya televisi swasta dan radio diadakan acara debat, cerdas tangkas, diskusi, dan acara yang menggunakan bahasa Indonesia yang benar. Tetap diadakan ujian nasional bahasa Indonesia dan pemberian penghargaan kepada orang yang mampu berbahasa Indonesia dengan baik dan benar
Dari uraian di atas, setidaknya hal yang perlu diingat adalah hanya bahasa Indonesialah yang mampu mendekatkan sekaligus menyatukan berbagai etnis di Indonesia, sehingga mereka dapat berkomunikasi dengan lancar dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Indonesia bukanlah satu-satunya lambang identitas kebangsaan di NKRI. Hal-hal lain, seperti komitmen pada bendera Merah Putih juga merupakan lambang identitas bangsa. Tetapi, satu hal yang patut direnungkan dalam konteks ini keduanya dapat melahirkan sikap mental yang menumbuhkan rasa kebersamaan.



sumber :
http://en.wikipedia.org
http://jaririndu.blogspot.com/2012/01/sejarah-perkembangan-bahasa-indonesia.html
http://bahasa.kompasiana.com/2012/09/24/perkembangan-bahasa-indonesia-di-era-global/
*http://karinarisaf.blogspot.com/2012/10/perkembangan-bahasa-indonesia.html

Jumat, 17 Mei 2013

Budaya,kerativitas dan inovasi


Dalam buku Handbook of Human Resource Management Practice oleh Michael Armstrong pada tahun 2009, budaya organisasi atau budaya perusahaan adalah nilai, norma, keyakinan, sikap dan asumsi yang merupakan bentuk bagaimana orang-orang dalam organisasi berperilaku dan melakukan sesuatu hal yang bisa dilakukan. Nilai adalah apa yang diyakini bagi orang-orang dalam berperilaku dalam organisasi. Norma adalah aturan yang tidak tertulis dalam mengatur perilaku seseorang.
Pengertian di atas menekankan bahwa budaya organisasi berkaitan dengan aspek subjektif dari seseorang dalam memahami apa yang terjadi dalam organisasi. Hal ini dapat memberikan pengaruh dalam nilai-nilai dan norma-norma yang meliputi semua kegiatan bisnis, yang mungkin terjadi tanpa disadari. Namun, kebudayaan dapat menjadi pengaruh yang signifikan pada perilaku seseorang. Berikut adalah beberapa pengertian dari budaya organisasi:
Banyak pakar yang menyebutkan fungsi dari budaya organsasi yang di
kutip oleh Aan komariah dan Triatna, salah satunya adalah Robins mencatat
lima fungsi budaya organisasi yaitu:
1. Membedakan satu organisasi dengan organisasi yang lain.
2. Meningkatkan sense of identity anggota
3. Meningkatkan komitmen bersama.
4. Menciptakan stabilitas sistem social.
5. Mekanisme pengendalian yang terpadu dan membentuk sikap dan perilaku
karyawan.
Tipologi Budaya Organisasi


Selain esensi dan fungsi-fungsi yang dikemukakan diatas, perilaku para anggota suatu organisasi juga ditentukan oleh pilihan manajemen atas tipe budaya yang dianut. Dari teori tentang budaya organisasi, menurut Siagian (2002:200-201) diketahui empat tipe budaya organisasi, yaitu:
a.   Tipe akademi
Dalam organisasi, para anggotanya diharapkan atau bahkan dituntut untuk menampilkan prestasi yang semaksimal mungkin.
b.   Tipe klub
Seorang anggota organisasi yang baik diharapkan memenuhi kriteria kecocokan, loyalitas, dan komitmen.
c.   Tipe tim olah raga
Dalam organisasi keberhasilan akan diraih apabila para anggotanya mampu bekerja sebagai tim dan bukan selaku ’pemain individual’.
d.   Tipe benteng
Organisasi dimaksudkan untuk keamanan para anggota organisasinya.

Kreatifitas Individu dan Team Proses Inovasi
Kreativitas dengan inovasi itu berbeda. Kreativitas  merupakan pikiran untuk menciptakan sesuatu yang baru,  sedangkan  inovasi adalah  melakukan  sesuatu yang baru. Hubungan  keduanya  jelas. Inovasi merupakan aplikasi praktis dari kreativitas. Dengan  kata lain, kreativitas bisa merupakan variabel bebas, sedangkan inovasi adalah variabel tak bebas. Dalam praktek bisnis sehari-hari, ada perencanaan yang meliputi  strategi,  taktik, dan eksekusi. Dalam  pitching  konsultansi atau agency, sering terdengar keluhan bahwa secara konseptual apa yang  disodorkan agency bagus, tetapi strategi itu tak  berdampak pada  perusahaan  karena  mandek di  tingkat  eksekusi.  Mengapa? Sebab, strategi bisa ditentukan oleh seseorang, tetapi  eksekusinya  harus  melibatkan  banyak orang, mulai  dari  atasan  hingga bawahan. Di sinilah mulai ada gesekan antarkaryawan, beda persepsi hingga ke sikap penentangan.
Itu sebabnya, tak ada perusahaan yang mampu berinovasi  secara konsisten  tanpa  dukungan karyawan yang bisa  memenuhi  tuntutan persaingan. Hasil pengamatan kami menunjukkan, perusahaan-perusahaan  inovator sangat memperhatikan masalah  pelatihan  karyawan, pemberdayaan, dan juga sistem reward untuk meng-create daya pegas inovasi.  Benih-benih inovasi akan tumbuh baik  pada  perusahaan-perusahaan  yang selalu menstimulasi karyawan, dan  mendorong  ke arah ide-ide bagus. Melalui program pelatihan, sistem reward, dan komunikasi,  perusahaan terus berusaha untuk  mendemokratisasikan inovasi.

Perubahan dan Pengembangan Organisasi


A.    Kekuatan-kekuatan eksternal
Perubahan organisasi terjadi karena adanya perubahan-perubahan dalam berbagai variable eksternal seperti system politik, ekonomi, teknologi, pasar, dan nilai-nilai. Kenaikan biaya dan kelangkaan berbagai SDA, keamanan karyawan dan peraturan-peraturan anti polusi, boikot pelanggan adalah beberapa contoh factor-faktor lingkungan yang merubah kehidupan orang baik sebagai karyawan maupun langgganan dalam tahun-tahun terakhir. Berbagai kekuatan eksternal dari kemajuan teknologi sampai kegiatan-kegiatan persaingan dan perubahan pola kehidupan, dapat menekan organisasi untuk mengubah tujuan, struktur dan metode operasinya.
Kekuatan-kekuatan perubahan eksternal, meliputi :
1.      Kebudayaan
2.      Pendidikan
3.      Sosial
4.      Politik
5.      Ekonomi
6.      Teknologi

B.     Kekuatan-kekuatan internal
Kekuatan-kekuatan pengubah internal merupakan hasil dari factor-faktor seperti tujuan, strategi, kebijaksanaan manajerial dan teknologi baru serta sikap dan perilaku para karyawan. Sikap dan ketidak puasan karyawan seperti ditunjukkan dalam tingkat perputaran atau pemogokan, dapat menyebabkan berbagai perubahan dalam kebijaksanaan dan praktek manajemen.
Kekuatan-kekuatan perubahan internal, meliputi :
1.      Kegiatan-kegiatan karyawan
2.      Tujuan organisasi
3.      Strategi dan kebijaksanaa
4.      Teknologi
5.       
Cara-cara Penanganan Perubahan
Ada dua pendekatan penanganan perubahan organisasi:
1.      Proses perubahan reaktif. Manajemen bereaksi atas tanda-tanda bahwa perubahan dibutuhkan, pelaksanaan modifikasi sedikit demi sedikit untuk menangani masalah tertentu yang timbul. Sebagai contoh, bila peraturan baru dari pemerintah mensyaratkan perusahaan untuk mempunyai perlindungan terhadap kebakaran, maka manajer mungkin akan membeli alat pemadam kebakaran.
2.      Program perubahan yang direncanakan (planned change), disebut sebagaiproses proaktif. Manajemen melakukan berbagai investasi waktu dan sumberdaya lainnya yang berarti untuk menguibah cara-cara operasi organisasi. Perubahan yang direncanakan ini didefinisikan sebagai perancangan dan implementasi inovasi struktural, kebijaksanaan atau tujuan baru, atau suatu perubahan dalam filsafat, iklim dan gaya pengoperasian secara sengaja. Pendekatan ini tepat bila keseluruhan organissi, atau sebagian besar satuan organisasi, harus menyiapkan diri untuk atau menyesuaikan dengan perubahan.

Di dalam proses perubahan, terdapat seorang atau individu yang bertanggung jawab atas peranan kepemimpinan dalam proses pengelolaan perubahan. Individu ini disebut dengan “Change Agent” (pengantar perubahan). Sedangkan individu atau kelompok yang merupakan sasaran perubahan disebut “sistem klien”. Pengantar perubahan ini dapat berasal dari para anggota organisasi atau dapat sebagai konsultan dari luar organisasi.
Leavitt (1964), menyatakan bahwa organisasi dapat diubah melalui pendekatan struktur, pendekatan teknologi, dan pendekatan orang-orangnya. Pendekatan struktur adalah yang menyangkut aplikasi prinsip-prinsip perancangan organisasi yang misalnya: desentralisasi, tanggung jawab jabatan, garis wewenang yang tepat, penciptaan pembagian kerja dll. Pendekatan teknologi berkaitan dengan diubahnya teknik-teknik yang dipakai denga teknologi baru; perubahan ini dapat membawa konsekuesi pula pada perubahan struktur organisasi (menjadi pendekatan tekno-struktur). Bila pendekatan struktural dan teknik bermaksud untuk memperbaiki prestasi kerja organisasi melalui pengubahan situasi kerja yang tepat, maka pendekatan- pendekatan orang dimaksudkan untuk mengubah secara langsung perilaku karyawan melalui pemusatan dan ketrampilan, sikap, persepsi dan pengharapan mereka sehingga diharapkan akan melaksanakan tugas dengan lebih efektif. (dalam Handoko, 1991).

Penolakan Terhadap perubahan
Penanganan penolakan terhadap perubahan:
1.      Pendidikan dan Komunikasi.
Biasa digunakan bila ada kekurangan informasi atau ketidakpastian informasi dan analisis.
2.      Partisipasi dan Keterlibatan.
Biasa digunakan bila pengambilan inisiatif tidak mempunyai semua informasiyang dibutuhkan umtuk merancang perubahan dan oranglain mempunyai kekuasaan untuk menolak.
3.      Kemudahan dan Dukungan.
Biasa dilakukan bila orang – orang pendakkan karna masalah – masalh adaptasi atau penyesuaian.
4.      Negosiasi dan Persetujuan.
Biasa digunakan bila banyak dari orang atau kelompok dengan kekuatan cukup besar untuk menolak akan kalah dalm suatu perubahan.
5.      Manipulasi dan Bekerjasama.
Biasa digunakan bila taktik – taktik lain dirasa kurang bekerja maksimal dan di sisi lain biaya atau cost yang dikeluarkan besar .
6.      Paksaan eksplisit dan implisit.
Biasa digunakan bila kecepatan adalah hal yang paling penting dan para pengusul mempunyai kekuasaan yang besar.

Proses pengelolaan perubahan harus mencakup dua gagasan dasar untuk mencapai efektifitas organisasi. Pertama ada retribusi kekuasaan dalam struktur organisasi, kedua retribusi ini dihasilkan dari proses perubahan yang bersifat pengembangan.
Tahap-tahap Proses Perubahan :
1.      Tekanan dan desakan
Proses ini dimulai ketika manajemen puncak mulai merasa adanya kebutuhan atau tekanan akan perubahan. Misalnya adanya perubahan penjualan, penurunan produktivitas dan sebagainya.

2.      Intervensi dan Reorientasi
Digunakan untuk merumuskan masalah dan dimulai proses dengan membuat para anggota organisasi memusatkan perhatiannya pada masalah tersebut. Pihak-pihak luar sering digunakan, juga staff internal yang mempunyai dan dipandang ahli serta dapat dipercaya sebagai konsultan atau pengantar perubahan.

3.      Diagnosa dan pengenalan masalah
Informasi dikumpulkan dan dianalisa mana yang penting dan tidak penting.

4.      Penemuan dan pengenalan masalah
Pengantar perubahan mencoba menyelesaikan masalah-masalah yang diketemukan dan masuk akal dengan menghindari “metode-metode lama yang sama”. Bawahan didorong dan diajak untuk berpartisipasi, sehingga mereka lebih terikat pada serangkaian kegiatan.

5.      Percobaan dan hasil
Pada tahap keempat diuji dalam program-program yang berskala kecil dan hasilnya dianalisa.

6.      Pungutan dan penerimaan
Setelah diuji dan sesuai dengan keinginan, harus diterima secara sukarela dan harus menjadi sumber penguatan dan menimbulkan keterikatan pada perubahan.

Metode-metode penanganan penolakan terhadap perubahan
1.      Pendekatan Pendidikan dan Komunikasi.
Pendekatan ini bisa digunakan bila ada kekurangan informasi atau ketidak tepatan informasi dan analisa.

2.      Pendekatan Partisipasi dan Keterlibatan.
Pendekatan ini bisa digunakan bila pengembangan inisiatif tidak mempunyai semua informasi yang dibutuhkan untuk merancang perubahan dan orang-orang lainnya, mempunyai kekuasaan untuk menolak.

3.      Pendekatan Kemudahan dan Dukungan.
Pendekatan ini bisa digunakan bila orang-orang melakukan penolakan karena masalah-masalah penyelesaian.

4.      Pendekatan Negosiasi dan Persetujuan.
Pendekatan ini bisa digunakan bila banyak orang atau kelompok dengan kekuatan cukup besar untuk menolak akan kalah dalam suatu perubahan.

5.      Pendekatan Manipulasi dan Bekerjasama.
Pendekatan ini bisa digunakan bila taktik-taktik lain tidak akan bekerja, atau mahal.

6.      Pendekatan Paksaan Eksplisit dan Implisit.
Pendekatan ini bisa digunakan bila kecepatan adalah esensial dan para pengusul perubahan mempunyai kekuasaan cukup besar.

BERBAGAI PENDEKATAN PERUBAHAN ORGANISASI
Harold J. Leavitt menyatakan bahwa organisasi dapat diubah melalui pengubahan struktur, teknologi dan atau orang-orangnya.
1.      Pendekatan struktur
Pengubahan struktur organisasi menyangkut modifikasi dan pengaturan sistem internal, seperti acuan kerja, ukuran dan komposisi kelompok kerja, sistem komunikasi, hubungan-hubungan tanggung jawab atau wewenang. Pendekatan struktural dibagi menjadi tiga kelompok yang terdiri dari :
a.       Melalui aplikasi prinsip-prinsip perancangan organisai klasik. Pendekatan ini berusaha untuk memperbaiki penciptaan pembagian kerja yang tepat dari tanggung jawab jabatan para anggota organisasi, pengubahan rentang manajemen, deskripsi jabatan dan sebagainya.
b.      Melalui desentralisasi. Hal ini didasarkan pada penciptaan satuan-satuan organisasi yang lebih kecil dan dapat berdiri sendiri dan memutuskan perhatian pada kegiatan yang berorientasi tinggi. Hasilnya perbaikan prestasi kerja.
c.       Melalui modifikasi aliran kerja dalam organisasi. Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa aliran kerja dan pengelompokan keahlian yang tepat akan berakibat kenaikan produktifitas secara langsung dan cenderung memperbaiki semangat dan kepuasan kerja.

2.      Pendekatan teknologi
Untuk mremperbaiki prestasi F.W. Taylor dan pengikutnya mencoba menganalisa dan memperbaiki interaksi-interaksi pada karyawan dan mesin-mesin untuk meningkatkan efisiensi sehubungan dengan perubahan teknologi adakalanya perubahan yang dilakukan ternyata sering tidak cocok dengan struktur organisasi.
Hal ini dapat menciptakan ketidak senangan dan pemutusan hubungan diantara para anggota organisasi akibanya terjadi penurunan produktifitas lebih banyak kecelakaan dan tingkat perputaran karyawan yang tinggi.
Penggabungan pendekatan struktural dan pendekatan teknologi (teknostruktural) bermaksud memperbaiki prestasi melalui perubahan berbagai aspek, baik struktur organisasi maupun teknologinya, contohnya pengenalan teknologi baru yang diikuti pengorganisasian kembali bagian-bagian menjadi lebih kecil.

3.      Pendekatan orang
Pendekatan orang bermaksud untuk mengubah secara langsung perilaku karyawan melalui pemusatan pada keterampilan sikap, prsepsi dan pengharapan mereka, sehingga dapat melaksanakan tugas dengan efektif.

Konsep pengembangan Organisasi
1.      Pengertian Pengembangan Organisasi (OD)
a.       Strategi untuk merubah nilai-nilai daripada manusia dan juga struktur organisasi sehingga organisasi itu adaptif dengan lingkungannya.
b.      Suatu penyempurnaan yang terencana dalam fungsi menyeluruh (nilai dan struktur) suatu organisasi.

2.      Mengapa Pengembangan Organisasi (OD) Perlu Dilakukan?
Dalam kenyataannya organisasi seringkali terjadi stagnan yang disebabkan keengganan manusia untuk mengikuti perubahan, dimana perubahan dianggap bisa menyebabkan dis equilibrium. Hal ini mengakibatkan patologi dalam organisasi sehingga perlu dilakukan evaluasi, adaptasi, kaderisasi dan inovasi.
Sebab-sebab penolakan/ penentangan terhadap perubahan adalah :
a.       Security
Merasa tidak aman dengan kondisi baru yang belum diketahui sehingga perlu penyesuaian.
b.      Economic (berkaitan dengan untung rugi)
Organisasi cenderung menolak perubahan karena tidak mau menanggung kerugian dengan adanya perubahan.
c.       Psikologis dan budaya/kebiasaan
·         Persepsi
Persepsi yang salah bisa menjadi sumber terjadinya sikap menentang terhadap perubahan.
·         Emosi
Emosi akan menimbulkan prasangka sehingga cenderung menolak perubahan.
·         Kultur
Berguna sebagai dasar dalam menilai hal-hal baru yang diterimanya.

Faktor –faktor penyebab dilakukannya pengembangan organisasi adalah :
a.       Kekuatan eksternal
·         Kompetisi yang semakin tajam antar organisasi.
·         Perkembangan IPTEK.
·         Perubahan lingkungan baik lingkungan fisik maupun sosial yang membuat organisasi berfikir bagaimana mendapatkan sumber diluar organisasi untuk masa depan organisasi.
b.      Kekuatan internal
Struktur, sistem dan prosedur, perlengkapan dan fasilitas, proses dan sasaran bila tidak cocok akan membuat organisasi melakukan perbaikan. Perubahan organisasi dilakukan untuk mencocokkan dengan kebutuhan yang ada.

Didalam OD terdapat pendekatan integratif yaitu :
a.       Adanya organisasi dan manajemen yang terencana ke arah organisasi dan manajemen yang manusiawi.
b.      Adanya perkembangan konsepsi latihan kepekaan dan studi laboratorium. Pemikiran ini didahului oleh Kurt Lewin mengenai Counter Group bergeser pda Incounter Group. Hal ini dirasa tidak bisa membantu didalam prakteknya.
c.       Pengembangan potensi manusia.
Geseran didalam OD terjadai pada nilai, proses dan teknologi.
a.       Geseran / perubahan nilai yang dibawa OD diantaranya adalah:
·         Penggunaan seluruh sumber-sumber yang tersedia.
·         Pengembangan potensi manusia.
·         Efektivitas dan kesehatan organisasi.
·         Pekerjaan yang menarik dan menantang.
·         Kesempatan untuk mempengaruhi lingkungan kerja.
·         Penerimaan terhadap kemanusiaan.
Nilai yang dicari untuk mengembangkan OD adalah nilai yang dianggap tepat, benar dan baik dalam pengelolaan SDM.

b.      Geseran proses meliputi:
·         Proses efektif
·         Proses manajemen
·         Proses pelaksanaan kerja

c.       Geseran teknologi yang diutamakan adalah teknologi yang bisa menjawab kualifikasi posisi manusia.

3.      Karakteristik Pengembangan Organisasi
a.       Keputusan penuh dengan pertimbangan.
b.      Diterapkan pada semua sub sistem manusia baik individu, kelompok dan organisasi.
c.       Menerima intervensi baik dari luar maupun dalam organisasi yang mempunyai kedudukan di luar mekanisme organisasi.
d.      Kolaborasi.
e.       Teori sebagai alat analisis.

4.      Langkah-Langkah Pengembangan Organisasi
a.       Penilaian keadaan.
b.      Pemecahan masalah.
c.       Implementasi.
d.      Evaluasi.

ACTION RESEARCH (PENELITIAN TINDAKAN)
Action Research merupakan tindakan pemecahan masalah organisasi yang dilakukan dengan berbasiskan data maupun model-model teori.
A.    Tahap Penilaian Keadaan.
Didalam mengembangkan action research pada pengembangan organisasi menggunakan pendekatan sistem yang terdiri dari 4 komponen (Karl Albrecht) yaitu:
1.      Sistem sosial
a.       Orang-orang yang menjadi anggota organisasi.
b.      Kekuatan formal dalam organisasi.
c.       Nilai-nilai yang hidup dalam organisasi.
d.      Norma-norma.
e.       Sistem ganjaran.
f.       Iklim sosial.
g.      Jaringan komunikasi.

2.      Sistem teknik
a.       Orang-orang sebagai faktor produksi.
b.      Fasilitas-fasilitas yang dipakai dalam faktor produksi.
c.       Sumber modal.
d.      Bahan mentah.
e.       Arus kegiatan/ kerja.
f.       Metode dan prosedur kerja.

3.      Sistem administrasi
a.       Orang-orang yang melakukan aktivitas pekerjaan.
b.      Struktur organisasi.
c.       Unit-unit yangada dalam organisasi.
d.      Media yang digunakan dalam penyampaian informasi.
e.       Arus informasi.

4.      Sistem strategi
a.       Kelompok manajemen puncak.
b.      Hubungan hierarkhi.
c.       Sistem perencanaan.
d.      Petunjuk tertulis tentang prosedur kerja.
e.       Sistem informasi manajemen.

Selain 4 komponen pendekatan system diatas, untuk mengadakan penilaian keadaan dapat pula dengan mempertimbangkan gaya kepemimpinan dan pengembangan kelompok.
B.     Tahap Pemecahan Masalah
1.      Perumusan pemecahan masalah
a.       Permasalahan yang hendak dipecahkan dicari gejala permasalahannnya.
b.      Apakah yang harus diubah untuk memecahkan permasalahan tersebut.
c.       Sasaran apa yang diharapkan dari perubahan dan bagaimana sasaran itu diukur.
2.      Peroleh data.
3.      Analisa data.

C.    Tahap Implementasi
Didalam tahap implementasi ini ada 3 pendekatan yang bisa dilakukan yaitu:
1.      Share power (karyawan/ staf dan pimpinan mempunyai posisi yang sama dalam pengambilan keputusan).
2.      Delegated (seberapa jauh karyawan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan)
3.      Unilateral (tidak melibatkan karyawan)
Sedangkan Albrecht menitik beratkan tahap implementasi pada model “gelandang eksekutif” yaitu yang melakukan pengembangan dalam organisasi adalah pihak eksekutif (top manajer) dimana setiap anggota top manajer harus memberikan perhatian dan tanggungjawab pada pelaksanaan kerja. Tugas dari gelandang eksekutif itu sendiri adalah:
a.       menyetujui agar setiap pekerjaan dapat dilaksanakan.
b.      Meminta sumbangan pemikiran dari berbagai eksekutif.

D.    Tahap Evaluasi
Tujuan :
1.      Kesinambungan program.
2.      Usaha membandingkan hasil dengan aktivitas yang dilakukan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tahap evaluasi:
1.      Peninjauan Program.
Artinya setiap kegiatan harus dikaitkan dengan keseluruhan program.
2.      Menentukan fakta baru.
Artinya harus melihat kembali 4 komponen pendekatan sistem.
·         Sistem sosial (menyangkut norma dan nilai yang tumbuh dalam organisasi)
·         Sistem teknik (menyangkut perubahan dan mencari nilai positif dari perubahan).
·         Sistem administrasi (berkaitan dengan informasi dari pimpinan ke staf/karyawan atau sebaliknya apakah ada hambatan atau tidak).
·         Sistem strategi.
Keempatnya dikaitkan dengan meningkat atau menurunnya produktivitas sehingga akan dapat diketahui berhasil atau tidaknya tujuan organisasi.
3.      Mementingkan yang positif.
4.      Lebih memfokuskan pada hal-hal yang sedang berlangsung.
5.      Menciptakan penghargaan dan keyakinan bahwa keadaan akan menjadi baik.

Sumber :